Pengeluaran seringkali membengkak selama Bulan Ramadan. Berbagai kegiatan seperti buka puasa bersama dengan keluarga atau teman sejawat di sejumlah tempat makan, serta aksi bakti sosial dan sederet agenda lain semakin menambah pengeluaran di Bulan Ramadan.

Pernyataan sama juga disampaikan Sebastiana Viphindartin, Ekonom dari Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Jember (ISEI-Jember) saat dihubungi K Radio pada Kamis (6/4/23). Sebastiana mengungkap, bahwa hal tersebut sudah menjadi kebiasaan warga indonesia dimana ada beberapa momen yang membuat harga-harga bahan kebutuhan naik dan membuat pengeluaran membengkak seperti momen lebaran, kenaikan kelas dan tahun baru.

Hal tersebut juga sesuai dengan teori ekonomi makro maupun mikro terutama untuk barang normal, dimana ketika pendapatan naik maka permintaan juga mengikuti.

Sementara itu Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jember, Tri Erwandi, juga mengatakan bahwa momen Ramadan dan Lebaran bakal mendongkrak angka inflasi.

Menurutnya, akan banyak orang berbelanja atau mengeluarkan uang sehingga merekapun berupaya untuk mendapatkan tambahan agar bisa berbelanja utamanya sandang.

Ia mengungkap, inflasi pada Bulan Maret sebesar 0,39 persen. Meski demikian masyarakat tak perlu khawatir pihaknya akan membantu mengawal inflasi bulanan atau kenaikan barang dan jasa. Utamanya beberapa komoditas seperti cabe rawit, telur ayam, minyak goreng dan rokok. Jika inflasi bulan ini bisa dijaga maka inflasi kabupaten Jember akan terjaga selama setahun.

Ia memprediksi, karena Ramadan terjadi di bulan Maret dan April maka jika bisa dikendalikan kenaikan inflasinya tidak akan terlalu ekstrem dan tidak akan berdampak lebih bagi perekonomian. Diprediksi kenaikannya di kisaran 0,3 persen sampai 0,6 persen tergantung mekanisme pasar yakni antara permintaan dan penawaran terkait ketersediaan barang dan jasa. (ibl)