Tingkat partisipasi pada Pilkada Jember 2020 lalu sekitar 58%. Dinilai masih cukup rendah sehingga perlu pengupayaan lebih untuk bisa menekan potensi golput.
Menanggapi kondisi ini, Pengamat Poltik Universitas Jember Akhmad Ganefo, Kamis (21/11/23) menyampaikan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk golput. Mulai dari tidak adanya kesesuaian antara aspirasi pemilih dengan program calon kepala daerah yang ada, hingga secara identitas tidak cocok dengan pemilih.
Faktor yang bersifat sosial, budaya dan ekonomi seperti tempat tinggal yang jauh dari TPS, kesehatan pemilih, dan pemilih yang sedang bepergian atau sedang diperjalanan, juga bisa menjadi penyebab seseorang untuk memilih golput.
Menurut Ganefo, tingkat partisipasi pemilih yang tinggi itu baik bagi demokrasi. Jika partisipasi tinggi maka legitimasi dari hasil pilkada juga tinggi.
Golput harus diupayakan untuk ditekan. Dengan cara yang disesuaikan dengan karakteristik pemilih. Misalnya, untuk pemilih yang terkendala mencoblos karena jauhnya TPS, maka penyelenggara bisa menjemput pemilih agar bisa tetap menggunakan hak suaranya. Atau bisa dengan menyediakan TPS yang relatif dekat dengan tempat tinggal pemilih.
Sedangkan untuk pemilih yang terkendala kesehatan, penyelenggara bisa mendatangi rumah sakit agar pemilih yang dirawat karena sakit, tetap bisa menggunakan hak suaranya.
Lalu untuk yang sedang dalam perjalanan, maka bisa disediakan TPS darurat di tempat-tempat umum seperti terminal, stasiun dan juga pasar.
Dan bagi pemilih yang tidak memilih karena merasa tidak cocok dengan calon yang ada, maka KPU perlu bekerjasama seperti dengan LSM, perguruan tinggi dan pihak-pihak lainnya untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak golput.
Ganefo menegaskan, tingginya angka golput juga berpotensi dimanfaatkan oleh oknum untuk melakukan kecurangan. Seperti penyalahgunaan surat suara.
Maka dari itu perlu dilakukan pengawasan lebih agar kecurangan tidak terjadi.(dhi)
Copyright © 2024 K Radio Jember 102,9 FM Developed by Sevenlight.ID.