Sekitar delapan kilometer jarak yang harus ditempuh Fifi dari rumah hingga sekolah tempatnya menuntut ilmu. Tidak hanya jauh, medan terjal perbukitan serta dua sungai harus ia lewati setiap harinya.

Monika Nur Hafifi Putri, gadis cilik 9 tahun asal Dusun Mojan, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Patrang, Jember setiap pagi sudah harus bersiap.

Setidaknya, pukul setengah 6 pagi ia harus sudah berangkat menuju sekolahnya. Kini ia duduk di kelas empat di SDN Bintoro 3.

Anak bungsu dari empat bersaudara itu harus melewati medan terjal perkebunan. Tidak ada teman seusianya berangkat ke sekolah bersama, sebab rumahnya hanya memiliki satu tetangga.

Dari rumah hingga jalan raya di desanya berjarak sekitar 4 kilometer. Baru disanalah ia dapat menjumpai teman sekolah yang lain.

Tahun kemarin, Fifi berangkat bersama kakaknya di sekolah yang sama. Setelah kakaknya lulus, kini ia harus berangkat seorang diri.

Sang ibu, Sumiati juga tidak selalu dapat mengantar anaknya. Selain mengurus rumah, ia juga harus ngarit (mencari rumput) untuk memberi pakan kambing. Sementara sang ayah bekerja serabutan, kadang sebagai buruh tani, kadang juga kuli bangunan.

Terkadang, kata Sumiati, bila mengantar Fifi mengaji dan harus pulang larut malam, penerangan hanya menggunakan lampu senter HP saja.

Hanya, bila musim hujan, Fifi dibantu ayahnya menyeberang sungai untuk berangkat dan pulang sekolah. Debit airnya naik saat musim hujan. Sebab jembatan bambu yang hanya diletakkan alakadarnya sudah lapuk.

Wali kelas Fifi, Supiati menceritakan bahwa Fifi memang tidak terlalu menonjol di kelas. Tapi rasa ingin tahunya lebih tinggi dibanding kawan-kawan lainnya. Dan Fifi tidak segan bertanya bila memang merasa tidak tahu.

Fifi dikenal sebagai anak yang periang, tidak pernah mengeluh. Serta tidak pernah bolos sekolah kecuali benar-benar sakit. Fifi juga selalu bersekolah meski tanpa diberi uang saku dan tidak pernah terlambat.(thn)