Memiliki ribuan gumuk, Jember memberi andil besar dalam perkembangan ilmu geologi. Hal tersebut dikatakan peneliti geologi, Firman Sauqi, dalam diskusi Seribu Gumuk Warisan Bumi, di salah satu cafe di Jalan S. Parman, Jumat (28/2/25) sore.

Menurutnya, Jember memiliki bentang alam yang sangat unik bekas longsoran gunung berapi Raung purba dengan sebaran terbesar di dunia. 

Hal ini banyak menarik perhatian ahli-ahli geologi dari manca negara untuk datang ke Jember pada puluhan tahun yang lalu. Seperti Velbert yang datang ke Indonesia pada tahun 1891 untuk mengamati morfologi Jember.

Kemudian dilanjutkan oleh Neumann Van Padang yang juga melakukan ekspedisi di Indonesia termasuk di Jember. 

Berikutnya dikonfirmasi oleh Van Bemmelen peneliti asal Belanda pada tahun 1949. Ia memetakan secara rinci persebaran gumuk mulai dari jenis batuan, bentuknya, hingga variasi dari genesa bantuannya.

Maka dari Jember lah para ahli geologi bisa mendapatkan teori bagaimana gunung berapi bisa kolaps membentuk tampilan morfologi. Bahkan erat kaitannya gumuk dengan pertanian di suatu kawasan.

Ironisnya dalam kondisi saat ini, eksploitasi gumuk menjadi tidak terelakkan. Karena hal itu juga menjadi kebutuhan manusia.

Firman mengatakan, yang pasti adalah  eksploitasi akan menghilangkan sebagian morfologi gumuk yang ada. Dampaknya, akan bergantung pada seberapa banyak dan seberapa cepat eksploitasi itu sendiri. 

Tetapi yang paling penting adalah keseimbangan. Bagaimana menjaga warisan alam tersebut dihadapkan dengan kepentingan manusianya. 

Contoh yang paling bisa dirasakan adalah bagaimana sebuah gumuk menjadi tandon air karena struktur batuan berpori. Gumuk juga bisa berfungsi sebagai penahan atau pemecah angin. 

Firman mengungkapkan, menurut pemetaan seorang peneliti pada tahun 2002, ada sekitar 2.000 gumuk permukaan yang tersebar dalam radius 90 kilometer sampai mendekati pantai selatan dengan coverage area hampir seluruh wilayah Jember.(thn)