Pemerintah mengeluarkan keputusan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite, Solar, dan Pertamax pada Sabtu (3/9/2022) lalu. Di tengah kenaikan harga BBM, kemungkinan terjadinya lonjakan inflasi dan menurunnya daya beli masyarakat menjadi dampak yang cukup nyata. Hal itu disampaikan Pengamat Kebijakan Publik Universitas Jember, Hermanto Rohman, kepada K Radio, Senin (5/9/2022).
Hermanto meyebut, alasan kenaikan harga BBM merupakan upaya pemerintah yang ingin mengamankan APBN. Hal itu karena perhitungan yang meleset dalam kerangka kebijakan APBN 2022. Padahal berdasarkan laporan Komisi XI DPR RI, realisasi pada semester I menyisakan sekitar 62,7 triliun dalam subsidi energi, meliputi bbm dan listrik. Namun, dengan angka tersebut, ia mengatakan pemerintah khawatir jika tidak akan mencukupi untuk realisasi hingga akhir tahun.
Menurut Hermanto, pemerintah membuat beberapa persiapan dalam menghadapi dampak kenaikan. Seperti mengalihkan anggaran itu ke penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT). Namun menurutnya, BLT hanya menjadi stimulus agar industri tetap berjalan, tapi tidak menyentuh masalah penuntasan kemiskinan.
Lebih jauh, Hermanto khawatir, kenaikan BBM bisa memberikan tambahan inflasi sebesar 1,97 persen. Jika inflasi tidak terkendali, daya beli masyarakat tentunya akan menurun, karena beban kenaikan harga akan berada di konsumen. Implikasinya, ketika daya beli turun, produksi pun akan mengalami penurunan dan mengganggu pertumbuhan ekonomi. Sehingga dengan kenaikan BBM, diperlukan kerja ekstra dari pemerintah pusat hingga daerah untuk menjaga stabilitas ekonomi di masyarakat.(rex)
Copyright © 2024 K Radio Jember 102,9 FM Developed by Sevenlight.ID.