Pasca Presiden Joko Widodo resmi menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) tentang penggunaan kendaraan listrik sebagai kendaraan dinas pemerintah, banyak pro kontra yang muncul. Merespon hal itu, Dosen Jurusan Teknik Politeknik Negeri Jember, Dedy Eko Rahmanto, mengatakan kendaraan listrik menjadi prospek baik bagi negara, asalkan didukung dengan kebijakan yang tepat. Di kemudian hari, kendaraan dengan BBM atau fosil harus digantikan dengan kendaraan yang menggunakan energi terbarukan. Mengingat, jumlah bahan bakar fosil yang terbatas.
Selain itu, kendaraan listrik dinilai lebih efisien, karena mesin penggeraknya lebih sederhana dibandingkan kendaraan konvensional. Mobil listrik juga tidak menimbulkan polusi, baik udara maupun suara. Dedy mengungkapkan, harga mobil listrik relatif lebih mahal, tetapi biaya rutin yang dikeluarkan relatif lebih sedikit. Pengguna mobil listrik mampu berhemat hampir 1/5.
Dengan adanya Inpres, hal itu juga bisa mendukung kondisi surplus listrik PLN di tahun ini. Dedy menambahkan, agar penerapannya masif dan bisa dilanjutkan ke masyarakat, pemerintah perlu memikirkan kebijakan lanjutannya. Misal, dengan pajak lebih murah bagi masyarakat yang menggunakan mobil listrik. Atau dengan membatasi produsen otomotif untuk memproduksi kendaraan konvensional dan menggencarkan mobil listrik.
Sementara itu, salah satu masyarakat yang juga mahasiswa Teknik Elektro Unej, Dio Firman, menilai konversi mobil dinas menggunakan mobil listrik sebagai langkah maju. Namun adanya keleluasaan pengaturan anggaran, tidak menutup kemungkinan adanya tindak kecurangan, seperti korupsi. Selain itu, jika konversi dilakukan pada mobil dinas para pejabat, dampaknya tidak langsung dirasakan masyarakat. Ia menilai, ada sektor lain yang bisa digarap, misalkan dengan revitalisasi transportasi umum menggunakan energi terbarukan, yang manfaatnya bisa dirasakan secara langsung oleh masyarakat.(rex)
Copyright © 2024 K Radio Jember 102,9 FM Developed by Sevenlight.ID.