Kerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) masih menjadi perhatian publik tanah air. Terlebih, isu dugaan KDRT yang terjadi pada salah satu pasangan selebritas Indonesia santer diberitakan akhir-akhir ini. Menurut Psikolog dan Praktisi di P3LM Universitas Muhammadiyah Jember, Nuraini Kusumaningtyas, kepada K Radio, Kamis (13/10/2022), faktanya masih cukup banyak kasus-kasus KDRT yang tidak terpublikasi. Bahkan tidak sedikit korban yang memilih bungkam atau enggan menceritakan masalahnya.

Perempuan yang akrab disapa Tyas itu menjelaskan, KDRT bukan hanya memukul atau kekerasan pada fisik saja. Melainkan ucapan atau verbal juga termasuk di dalamnya, yang bisa berdampak terhadap psikis korban. Penelantaran dan tidak dinafkahi juga bisa dikategorikan sebagai kekerasan ekonomi.

Tyas menyebut, banyak faktor yang membuat para korban memilih untuk diam. Salah satunya karena anggapan masalah rumah tangga sebagai aib yang tidak layak diketahui pihak luar. Mereka akan merasa malu jika masalah keluarga diketahui oleh orang lain. Selain itu, adanya stigma mengakar bahwa seorang pasangan berhak atas individu yang menjadi pasangannya. Hal itu membuat ruang yang terbatas bagi para korban untuk menyampaikan permasalahannya. Tidak jarang ketika mereka ingin menyampaikan masalahnya kepada orang terdekat, bukan dukungan yang didapatkan, melainkan disalahkan.

Sementara itu, kebanyakan korban juga dihadapkan dengan dinamika yang tidak mudah, seperti adanya anak serta ketergantungan ekonomi. Tyas mengingatkan masyarakat, jika terjadi kekerasan di sekitarnya harus melakukan upaya sesuai kemampuan. Apabila memerlukan bantuan, maka dapat melibatkan pihak yang berwenang. Pemerintah telah mengatur dalam Undang-Undang sebagai jaminan perlindungan korban maupun saksi. Selain itu, langkah preventif terjadinya KDRT dengan menjaga komunikasi pada pasangan. Tiap pasangan harus memahami teknik komunikasi dalam membina rumah tangga.(rex)