TINGKATKAN KUALITAS PROGRAM HUMAS DENGAN PENGUKURAN DAN EVALUASI YANG TEPAT

TINGKATKAN KUALITAS PROGRAM HUMAS DENGAN PENGUKURAN DAN EVALUASI YANG TEPAT

TINGKATKAN KUALITAS PROGRAM HUMAS DENGAN PENGUKURAN DAN EVALUASI YANG TEPAT

Divisi Hubungan Masyarakat (Humas) telah banyak ditemui dalam sebuah organisasi, baik pusat ataupun daerah. Namun, tak jarang, porsi perannya terbilang kecil dalam sebuah organisasi. Tugas Humas sekadar menjadi produsen berita rutin atau juru bicara normatif, dengan data yang telah dirancang oleh pihak yang berada diatasnya. Bukan melalui ruang diskusi untuk menghasilkan jawaban yang mungkin lebih tepat. Fenomena ini yang juga ditemui pada sebagian organisasi yang ada di Kabupaten Jember.

Tanggung jawab Humas sebenarnya jauh lebih besar dari itu. Humas mampu berperan untuk membangun citra positif sebuah organisasi. Selain itu, Humas merupakan kepanjangan tangan organisasi untuk menjalin relasi dengan stakeholder melalui cara yang humanis. Tapi, belum banyak organisasi yang mau untuk mempercayakan tugas besar ini kepada Humas.

Kesulitan untuk merebut posisi penting dalam organisasi menjadi logis, mengingat kerja Humas yang dianggap susah diukur. Ditambah, evaluasi program-program Humas dan komunikasi seolah intangible. Padahal sebenarnya, hal ini bisa diatasi dengan menerapkan prinsip Barcelona (Barcelona principles) 2.0. Prinsip ini diramu oleh AMEC (Association for Measurement & Evaluation of Communications) dan IPR (Institute for Public Relations), serta didukung oleh sebagian besar badan Humas terkemuka di seluruh dunia.

Dalam proses pengukuran dan evaluasi Humas serta program komunikasi, terdapat 7 prinsip utama dalam barcelona principles 2.0 ini. Pertama, penetapan tujuan dan pengukuran merupakan dasar komunikasi dan hubungan masyarakat. Tujuan yang jelas dengan pengukuran yang tepat bisa membuat komunikasi lebih efektif dan tentunya hubungan masyarakat yang lebih baik.

Kedua, mengukur hasil komunikasi lebih disarankan dibandingkan hanya mengukur output. Ini dikarenakan output dapat tercipta berdasarkan hasil dari komunikasi. Sehingga, dengan mengukur hasil komunikasi, banyak aspek yang juga dapat dikaji. Ketiga, efek pada kinerja organisasi dapat dan harus diukur jika memungkinkan. Prinsip ini menjadi penting, karena ketika ada suatu ukuran yang pasti, maka lebih mudah untuk melakukan evaluasi demi peningkatan organisasi.

Keempat, pengukuran dan evaluasi membutuhkan metode kualitatif dan kuantitatif. Program Humas dan komunikasi bukan tidak mungkin untuk dilakukan pengukuran dengan metode kuantitatif. Sebaliknya, tanpa metode kualitatif, pengukuran dan evaluasi tidak akan menjadi utuh. Karena ada aspek-aspek dalam metode kualitatif yang tidak bisa dijangkau oleh metode kuantitatif. Kelima, AVE (Advertising Value Equivalents) bukan nilai dari komunikasi. Mengingat, AVE merupakan perkiraan nilai moneter yang dikonversi dari iklan.

Keenam, media sosial dapat dan harus diukur secara konsisten dengan saluran media lain. Dalam pengukurannya tidak hanya tentang cakupan, namun lebih jauh dari itu. Bisa berkaitan dengan paparan, keterikatan dan juga tindakan. Ketujuh, pengukuran dan evaluasi harus transparan, konsisten dan valid. Dalam hal ini tentu dibutuhkan integritas, kejujuran, keterbukaan dan praktik etis.

7 prinsip ini bisa menjadi panduan bagi para praktisi Humas. Sehingga, mengukur dan mengevaluasi program Humas dan komunikasi bukan suatu hal yang mustahil lagi. Melalui pengukuran dan evaluasi yang tepat, maka program-program Humas yang ditawarkanpun lebih berkualitas. Dengan sendirinya, Humas mampu menunjukkan potensinya, sehingga perusahaan dapat lebih menghargai kerja Humas dan tidak lagi dianggap sebagai “pemeran figuran” dalam organisasi.

 

Penulis: Dinda N. Ardilla - Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret

Copyright © 2024 K Radio Jember 102,9 FM Developed by Sevenlight.ID.

Adonis Music R&B