Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya resmi menahan 2 tersangka kasus dugaan mega korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Kasus itu terjadi di Kementerian Dalam Negeri tahun anggaran 2012 – 2013 yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun. Kedua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka hampir 3 tahun lalu itu, yakni mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PRNI), Isnu Wijaya dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP, Husni Fahmi.
Diketahui, sejak Kamis (3/2/2022) pagi, penyidik memanggil dan memeriksa sejumlah saksi. Di antaranya Isnu Wijaya dan Husni Fahmi dalam kapasitasnya sebagai tersangka. Keduanya datang sekitar pukul 10.00 WIB, didamping penasehat hukumnya. Usai menjalai pemeriksaan lebih 6 jam, akhirnya 2 tersangka tersebut merampungkan pemeriksaanya dan penyidik melakukan penahanan. Isnu Wijaya dan Husni Fahmi langsung mengenakan baju tahan khas KPK, rompi oranye dan digiring sejumlah petugas rutan menuju ruang konferensi pers untuk mengikuti pengumuman penahanan tersangka dan pemaparan kronologis kasusnya.
Dalam keterangan persnya, Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli, menyampaikan perkembangan penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Yang mana pada Agustus 2019 lalu, KPK telah menetapkan 4 orang tersangka. Mereka adalah Dirut PT Sandipala Arthapura, Paulus Tanos; Dirut Perum PNRI, Isnu Edhi Wijaya; Anggota DPR-RI Periode 2014-2019, Miriam S Hariyani: dan Ketua Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP, Husni Fahmi. Akibat kongkalikong dengan tujuan mark up dalam proyek pengadaan e-KTP itu, negara mengalami kerugian hingga Rp 2,3 triliun.
Untuk kepentingan penyidikan, KPK menahan 2 tersangka itu selama 20 hari pertama di rutan Pondam Jaya Guntur. Berlaku sejak 3 - 22 Februari 2022. Sementara tersangka Paulus Tanos menjadi satu-satunya yang belum ditahan. Selain berdomisili di Singapura, Paulus diduga juga telah berganti warga negara sana.(mrl)
Copyright © 2024 K Radio Jember 102,9 FM Developed by Sevenlight.ID.