TELADANI SANG KHALILULLAH, PROF. HEFNI SEBUT KITA BUTUH IBRAHIM-IBRAHIM BARU

TELADANI SANG KHALILULLAH, PROF. HEFNI SEBUT KITA BUTUH IBRAHIM-IBRAHIM BARU

TELADANI SANG KHALILULLAH, PROF. HEFNI SEBUT KITA BUTUH IBRAHIM-IBRAHIM BARU

Refleksi keteladanan sang Khalilullah Nabi Ibrahim, menghadapi berbagai fenomena saat ini diperlukan adanya sosok Ibrahim-Ibrahim baru untuk mengukur kecintaan kepada Allah. Dengan begitu, kita dapat mencapai ridha Allah dan mencapai kemakmuran sejati.

Hal tersebut dikatakan Rektor UIN KHAS Jember Prof Dr H Hefni S.Ag MM dalam memberikan khotbah di Masjid Muhammad Cheng Hoo Jember, Senin (17/6/24).

Hefni mengatakan, Ibrahim mengajarkan bahwa seluruh perjalanan hidup kita harus ditujukan hanya untuk mencapai Tuhan. Ibrahim, Ismail, dan Siti Hajar adalah contoh hamba-hamba Allah yang meletakkan kehendak-Nya di atas segalanya, meskipun harus mengorbankan segalanya.

Melalui ibadah haji dan idul qurban, kita bisa melihat makna simbolik dari perjalanan hidup Ibrahim. Saat Ibrahim diperintahkan untuk hijrah ke Mekkah, ia pergi dengan sedikit bekal. Ia meninggalkan istri dan bayinya di tempat yang tandus.

Ketika istri Ibrahim bertanya mengapa mereka harus pergi ke tempat seperti itu, Ibrahim diam tapi akhirnya mengatakan bahwa itu adalah perintah Allah. Siti Hajar menghibur dirinya bahwa jika itu adalah perintah Allah, maka Allah tidak akan mempersulit mereka.

Dialog yang mengiris hati ini mencerminkan kedalaman iman dan sikap tawakal yang tinggi. Ibrahim dan Siti Hajar meninggalkan segala kemapanan dan pengorbanan semata-mata karena keyakinan bahwa hanya Allah yang dapat menghidupkan, melindungi, dan memberi rizki.

Namun, ujian mereka belum berakhir. Ketika persediaan air dan makanan Siti Hajar habis, Ismail bayi yang haus menangis, tetapi Allah memberikan pertolongan dengan memancarkan air dari gerak kaki sang bayi. Selanjutnya, Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih Ismail. Meski mereka sangat terguncang, tetapi dengan tulus menerima perintah Allah dengan keberanian dan kesabaran.

Dari pengalaman ini, pelajaran yang dapat diambil bahwa kerja keras, kesabaran, keyakinan, dan tawakkal yang total kepada Allah akan mendatangkan pertolongan yang tak terduga.

Hefni menyebut, dalam hiruk-pikuk zaman modern ini, dengan segala kecanggihan teknologi dan kemajuan peradaban, kita sering kali merasa kehilangan arah. Dunia yang seharusnya semakin mendekatkan kita satu sama lain justru seringkali memperlebar jarak.

Krisis moral, konflik antar bangsa, dan ketidakadilan sosial semakin merajalela. Di tengah kegelisahan ini, ada satu sosok yang teladannya selalu relevan sepanjang masa, Nabi Ibrahim AS.

Ibrahim bukan hanya seorang nabi dalam arti religius, tetapi juga seorang pemimpin moral dan spiritual yang berani mempertanyakan status quo. Ia dikenal karena keberaniannya menentang penyembahan berhala, berdiri teguh di hadapan raja zalim, dan menjalankan perintah Tuhan dengan penuh ketulusan meskipun seringkali berat di sisi manusia.

Keberanian dan keteguhan hati seperti inilah yang kita butuhkan di zaman ini. Karena di tengah dunia yang semakin terpecah-belah oleh ideologi, politik, dan kepentingan pribadi, kita memerlukan figur-figur yang berani memperjuangkan kebenaran dan keadilan tanpa takut akan konsekuensinya.

Menurut Hefni, kita butuh pemimpin yang memiliki integritas, yang tidak hanya memikirkan kepentingan sesaat tetapi juga dampak jangka panjang bagi umat manusia dan alam semesta.

Nabi Ibrahim juga mengajarkan tentang pengorbanan yang tulus. Dalam kisahnya yang legendaris, ia rela mengorbankan putranya, Ismail, sebagai bentuk kepatuhan kepada Tuhan.

Pengorbanan seperti ini bukanlah tentang menghilangkan nyawa, melainkan tentang kesiapan untuk memberikan yang terbaik dari diri kita untuk kebaikan bersama.

Di zaman sekarang, pengorbanan seperti ini bisa berarti memberikan waktu, tenaga, dan sumber daya kita untuk membantu mereka yang membutuhkan, untuk membangun masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.

Dalam konteks ini, Ibrahim-Ibrahim baru bisa muncul dari berbagai kalangan, pemimpin politik yang jujur, aktivis sosial yang berani, pendidik yang berdedikasi, hingga individu-individu yang dalam kesehariannya memilih untuk hidup dengan integritas dan kasih sayang.

Kita semua memiliki potensi untuk menjadi seperti Nabi Ibrahim dalam skala kita masing-masing, dengan cara berani bertindak benar meskipun berat dan tidak populer.

Dengan begitu, kita tidak hanya memperingati dan mengenang sosok beliau, tetapi juga benar-benar mewujudkan teladannya dalam dunia nyata.

Kita perlu belajar menempatkan kehendak Allah di atas segalanya. Momentum hari raya ini dapat menjadi awal untuk munculnya semangat untuk berkorban demi memenuhi kehendak Allah atau melahirkan individu dengan etos mujahadah dan tawakal tinggi.(thn)

Copyright © 2024 K Radio Jember 102,9 FM Developed by Sevenlight.ID.

Adonis Music R&B