Video petugas vaksin yang ditolak warga, viral di media sosial. Dalam video yang beredar, tim gabungan yang mendatangi warga door to door untuk divaksin, mendapat penolakan. Tim tersebut terdiri dari unsur Perangkat Desa, Kantor Kecamatan, Koramil serta Polsek. Termasuk Kapolsek Tanggul, AKP Miftahul Huda.
Rumah yang didatangi adalah milik seorang ibu rumah tangga berinisial FT. Yang bersangkutan menganggap tim tersebut datang ke rumahnya dengan cara yang tidak sopan. Berdasarkan informasi yang dihimpun, peristiwa tersebut terjadi di Desa Manggisan, Kecamatan Tanggul beberapa waktu lalu.
Dalam sebuah video lain, FT mengaku sengaja tidak membuka pintu depan saat diketuk oleh petugas karena takut divaksin. Namun, petugas justru masuk rumahnya melalui pintu tengah tanpa meminta izin. Bahkan menurutnya, ada beberapa petugas yang malah menanyakan kelengakapn surat kendaraan roda dua miliknya.
Beberapa jam sebelum rumahnya didatangi petugas, FT memang sempat bertemu di jalan. Namun saat petugas memintanya mengikuti vaksin, ia justru kabur. Ia tidak mau divaksin karena takut suntikan serta efek samping yang bakal ditimbulkan. Serta anggapan bahwa akan terus-menerus divaksin ketika ada varian-varian baru.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Kapolsek Tanggul, AKP Miftahul Huda membenarkan video penolakan itu. Namun, ia membantah timnya datang ke rumah salah satu warga dengan cara yang tidak sopan. Tim vaksinator saat itu sudah berupaya mengetuk pintu sambil menjelaskan tujuannya. Namun, pemilik rumah tetap menolak.
Kegiatan vaksinasi menurut Huda, demi kebaikan warga agar tetap sehat dan terhindar dari risiko penularan virus corona. Ia mengakui, tim vaksinator selama ini sering mendapat perlawanan dari masyarakat yang menolak vaksin. Namun, hal itu tetap tidak menyurutkan semangat tim gabungan untuk mengejar capaian vaksinasi.
Jika dilihat dari kacamata sosial terkait ketidakpatuhan tersebut, Sosiolog Nurul Hidayat menganalogikan hubungan pemerintah dengan rakyat seperti orang tua dan anak. Pada prinsipnya, masyarakat tinggal mengikuti anjuran dari pemerintah sebagai orang tua secara kelembagaan. Jika kemudian ada warga yang tidak patuh pada pemerintah, maka harus dilihat dari kedua sisi.
Nuhi menilai, harapan pemerintah terhadap rakyat untuk patuh sangat intens pada 2 tahun terakhir sejak pandemi Covid-19. Sementara kepatuhan mensyaratkan ketauladanan atau transparansi. Kalau kultur yang dibangun 10 tahun lalu, pemerintah misalnya belum bisa banyak memenuhi aspirasi rakyat, kemudian meminta persetujuan dan kepatuhan rakyatnya 100 persen, hal tersebut dianggap tidak masuk akal secara akademik. Anak akan patuh, jika orang tuanya peduli. Sehingga, proporsionalitas perbandingan antara kepedulian pemerintah dengan harapan kepatuhan kepada masyarakat harus seimbang. Kalau tidak seimbang, buahnya adalah disobedient atau ketidakpatuhan.(adp)
Copyright © 2024 K Radio Jember 102,9 FM Developed by Sevenlight.ID.