Merespon terkait isu pungutan liar (pungli) pengurusan KTP-el dan KK oleh oknum honorer Dinas Kependuduan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) di Kabupaten Malang yang sempat viral, pengamat Kebijakan Publik Universitas Jember, Hermanto Rohman menilai bahwa praktik pungli tidak dapat dilihat dari satu sisi saja.
Kepada K Radio, Jumat (27/5/2024), menjelaskan, pungli hadir ketika birokrasi dan semangat layanan adalah mempersulit bukan mempermudah. Saat masyarakat mengetahui energi dan waktunya akan habis saat mengikuti alur administrasi yang sulit dan berbelit, maka mereka akan mencari jalan pintas agar mendapatkan proses layanan dengan cepat dan mudah. Ruang-ruang negosiasi yang berimplikasi pada pungli pun akan terjadi.
Hermanto mencontohkan, kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) pungli pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Jember, Jawa Timur, pada 2018 silam. Menurutnya, pungli merupakan tindakan melawan hukum dan aturannya sudah jelas. Jika ditemukan indikasi budaya pungli pada oknum di dalam pemerintah atau masyarakat, bisa dianggap sebagai pelanggaran dan dapat diposes secara hukum.
Pungli dapat diberantas apabila pemerintah membuat trobosan-trobosan pada sistem pelayanan yang diarahkan untuk memberi kemudahan pada masyarakat. Seperti di beberapa daerah yang pembuatan KTP cukup dilakukan di desa.
Selain itu, birokrasi harus dibangun dengan semangat professional. Jika prosedur layanan sudah memberikan kemudahan pada masyarakat, maka perlu diimbangi dengan pelayanan aparatur atau birokrat yang sesuai SOP. Ia meyakini, jika dipermudah, tidak akan ada upaya dari masyarakat untuk melakukan suap. Dan pungli tidak akan terjadi.(cia)
Copyright © 2024 K Radio Jember 102,9 FM Developed by Sevenlight.ID.