Hari Angkutan Nasional diperingati tanggal 24 April setiap tahunnya. Bila di beberapa kota Hari Angkutan Nasional  diperingati dengan gratis naik angkutan umum, tetapi tidak demikian dengan kondisi di Jember. Sopir angkot justru semakin terpuruk dengan sepinya penumpang.

Hamzah, salah satu sopir angkot yang telah bekerja lebih dari dua puluh tahun, kepada K Radio Kamis, (24/4/25) menceritakan, jika semakin hari penumpang semakin sepi. Bahkan tidak jarang dirinya harus pulang dengan tangan hampa tanpa ada  penumpang sama sekali.

Dalam sehari bisa mendapatkan Rp100.000 menurutnya sudah cukup beruntung. Meski masih harus dikurangi biaya bensin Rp40.000 dan sewa kendaraan Rp40.000. Karena seringkali biasanya hanya mengangkut 4 hingga 5 penumpang dalam sehari. Dengan ongkos per orangnya Rp7.000 sehingga lebih sering merugi.

Diakui Hamzah, sepinya penumpang terjadi sejak masa pandemi. Selain itu keberadaan angkot semakin tersisih kalah bersaing dengan angkutan online. Serta bila dulu banyak anak sekolah naik angkot, kini rata-rata tidak lagi karena sudah diantar jemput keluarga ataupun ojek online.

Lelaki berusia 74 tahun itu menuturkan, ia tidak dapat berpaling dari pekerjaannya karena selain tidak memiliki keahlian lain juga karena faktor usia. Jadi dengan terpaksa sopir menjadi satu-satunya mata pencaharian.

Namun dirinya masih bisa selalu bersyukur karena selalu diberi kesehatan dan keselamatan di usianya yang sudah senja.

Hamzah hanya salah satu dari puluhan sopir angkot yang setiap harinya mangkal di terminal Tawangalun. Ia berharap nasib para sopir mendapat perhatian dari pemerintah.

Para sopir sebelumnya merasa sangat terbantu dengan program angkutan gratis bagi pelajar dan umum yang sempat dilakukan Pemkab. Meski kini sudah tidak ada lagi, mereka berharap ada kebijakan baru yang membantu nasib para sopir angkot.(thn)